Tentang Puasa ‘Asyura
Oleh : Zahratul Mar’ah Albatul
Alumni STAI An-Nawawi Purworejo
(PP. An-Nawawi Berjan Purworejo)
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini memiliki keutamaan yang sangat besar. Keutamaan pada bulan ini adalah adanya amalan-amalan seperti halnya puasa ‘Asyura yang sering dilakukan oleh para umat Islam di seluruh dunia. Puasa ini merupakan sunnah Nabi, dalam sebuah Hadits disebutkan:Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam tiba di Madinah, maka beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa hari ‘Asyura. Beliau bertanya kepada mereka: “Ada apa ini?”
Mereka menjawab, “Ini adalah hari yang baik. Pada hari ini Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuh mereka. Maka Nabi Musa berpuasa pada hari ini.” Nabi shallallalhu ‘alaihi wa salam bersabda, “Saya lebih berhak (untuk mengikuti) Nabi Musa AS. dibandingkan kalian.” Maka beliau berpuasa ‘Asyura dan memerintahkan para shahabat untuk berpuasa ‘Asyura.”(HR. Bukhari Muslim)
Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Musa AS. dan umatnya, serta menenggelamkan Fir’aun dan bala tentaranya, maka Nabi Musa AS pun berpuasa pada hari itu sebagai rasa syukur terhadap Allah SWT, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar orang-orang Yahudi berpuasa pada hari itu, maka beliau berpuasa dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa juga.
‘Asyura berasal dari kata ‘asyara, artinya bilangan sepuluh. Sedangkan secara istilah, puasa ‘Asyura adalah puasa yang dikerjakan pada tanggal 10 Muharram dalam Kalender Islam Hijriyah. Keutamaan puasa ini mempunyai tingkatan di bawah puasa Ramadhan, di dalam Hadits disebutkan:
“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah (bulan) Muharram, dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib (lima waktu) adalah shalat malam.“ (HR. Muslim)
Hadits yang mulia ini menunjukkan dianjurkannya berpuasa pada bulan Muharram, bahkan puasa di bulan ini lebih utama dibandingkan bulan-bulan lainnya, setelah bulan Ramadhan. Lebih utama lagi jika puasa tanggal 10 Muharram digandengkan dengan puasa tanggal 9 Muharram, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashrani. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disampaikan kepada beliau bahwa tanggal 10 Muharram adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashrani, maka beliau berkeinginan jika seandainya tahun depan beliau masih hidup, beliau akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10, dalam Hadits disebutkan:
Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam melakukan puasa ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa ‘Asyura, maka para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.”Maka beliau bersabda, “Jika begitu, pada tahun mendatang kita juga akan berpuasa pada hari kesembilan, insya Allah.” Ternyata tahun berikutnya belum datang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam telah wafat.” (HR. Muslim)
Sebagian ulama memberikan nama tersendiri untuk puasa sunnah di tanggal 9 Muharam ini, yakni puasa Tasu’a, dari kata tis’ah yang artinya bilangan sembilan. Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa puasa tanggal sembilan ini adalah bagian dari kesunnahan puasa ‘asyura.
Dikutip dari Buletin Lembaga Amal Himawan (L.A.H.) Kebumen