Oleh : Mukh. Sumaryanto, S.Sy.
(Mata Kuliah "Rekonstruksi Sistem dan Pemikiran Pendidikan Islam" Dosen Pembimbing : Drs. Imam Mudjiono, M.Ag.) Program Pasca Sarjana Magister Studi Islam Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia.
A. Pendahuluan
A. Pendahuluan
Pada masa klasik Islam, masjid
mempunyai fungsi yang jauh lebih besar dan bervariasi dibandingkan fungsinya
yang sekarang. Disamping sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat
kegiatan sosial dan politik umat Islam. Lebih dari itu, masjid adalah lembaga
pendidikan semenjak masa paling awal Islam. Masjid pula yang menjadi pilar
utama pembangunan peradaban pada suatu negeri. Inilah yang dicontohkan
Rasulullah ketika pertama kali beliau menginjakan kakinya di Madinah.
Seiring
dengan perkembangan zaman dan teknologi, pembangunan masjid pun semakin berkembang
pesat dan berada di mana-mana, jamaah yang tadinya berkumpul dalam satu masjid,
kini mereka telah menempati masjidnya masing-masing. Sehingga kesatuan mereka
menjadi terbagi-bagi, selain itu kini juga banyak terbangun lembaga-lembaga
pendidikan sehingga fungsi masjid semakin menyempit.
Barangkali di tengah bayangan
definisi pendidikan modern, masyarakat bisa saja meragukan apakah pada
periode paling awal ini kita telah bisa menganggap masjid sebagai lembaga
pendidikan. Tapi sejarah membuktikan bahwa fungsi akademis masjid
berkembang cukup pesat. Pada masa Umar bin Khattab kita bisa menjumpai
tenaga-tenaga pengajar yang resmi diangkat oleh khalifah untuk mengajar di
masjid-masjid, seperti di Kufah, Bashrah dan Damaskus. Seiring dengan samakin
pesatnya perkembangan islam yang mewarnai dunia, hingga akhirnya sampailah ke
indonesia. Namun hari ini,
pola pikir masyarakat telah dipersempit dengan anggapan bahwa masjid hanya
sebagai tempat ibadah salat saja, padahal yang dinamakan ibadah tidak hanya
shalat tetapi mempelajari ilmu pun merupakan ibadah. Sejarah telah membuktikan
bahwa fungsi akademis masjid berkembang sangat pesat.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengfungsikan masjid dengan seharusnya?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian Masjid
Sidi Galzaba, secara etimologi kata “masjid” berasal dari bahasa Arab yang diambil dari fi’il madzi “sajada” yang berarti sujud, lalu apabila dimasuki huruf “mim” pada awal kata tersebut, maka berubah menjadi nama tempat. Karena itu kata “masjid” berarti tempat untuk sujud ataupun sebagai tempat penyembahan.[1] Sebagaimana firman Allah SWT
Artinya:
“Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah
kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”[2]
Dalam pengertian sehari-hari, masjid merupakan bangunan tempat shalat kaum Muslim. Tetapi, karena akar katanya mengandung makna tunduk dan patuh, hakikat masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas yang mengandung kepatuhan kepada Allah semata.
2.
Realitas Fungsi Masjid
Fungsi
masjid di zaman dulu:
a. Sebagai tempat beribadah
Sesuai
dengan namanya Masjid adalah tempat sujud, maka fungsi utamanya adalah sebagai
tempat ibadah shalat. Sebagaimana diketahui bahwa makna ibadah di dalam Islam
adalah luas menyangkut segala aktivitas kehidupan yang ditujukan untuk
memperoleh ridha Allah, maka fungsi Masjid disamping sebagai tempat shalat juga
sebagai tempat beribadah secara luas sesuai dengan ajaran Islam.
b.
Sebagai tempat menuntut ilmu
Masjid
berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengajar, khususnya ilmu agama yang
merupakan fardlu ain bagi umat Islam. Disamping itu juga ilmu-ilmu lain, baik
ilmu alam, sosial, humaniora, keterampilan dan lain sebagainya dapat diajarkan
di Masjid.[3]
c. Sebagai tempat pembinaan jamaah
Dengan
adanya umat Islam di sekitarnya, Masjid berperan dalam mengkoordinir mereka
guna menyatukan potensi dan kepemimpinan umat. Selanjutnya umat yang
terkoordinir secara rapi dalam organisasi Tamir Masjid dibina keimanan,
ketaqwaan, ukhuwah imaniyah dan dawah islamiyahnya. Sehingga Masjid menjadi basis umat Islam yang kokoh.[4]
d. Sebagai pusat da’wah dan kebudayaan
Islam
Masjid
merupakan jantung kehidupan umat Islam yang selalu berdenyut untuk
menyebarluaskan dakwah islamiyah dan budaya islami. Di Masjid pula
direncanakan, diorganisasi, dikaji, dilaksanakan dan dikembangkan dakwah dan
kebudayaan Islam yang menyahuti kebutuhan masyarakat. Karena itu Masjid,
berperan sebagai sentra aktivitas dawah dan kebudayaan.
e. Sebagai pusat kaderisasi umat
Sebagai
tempat pembinaan jamaah dan kepemimpinan umat, Masjid memerlukan aktivis yang
berjuang menegakkan Islam secara istiqamah dan berkesinambungan. Patah tumbuh
hilang berganti. Karena itu pembinaan kader perlu dipersiapkan dan dipusatkan
di Masjid sejak mereka masih kecil sampai dewasa. Di antaranya dengan Taman
Pendidikan Al Quraan (TPA), Remaja Masjid maupun Tamir Masjid beserta
kegiatannya.
f. Sebagai basis kebangkitan umat Islam.
Umat Islam
yang sekian lama tertidur dan tertinggal dalam percaturan peradaban dunia
berusaha untuk bangkit dengan berlandaskan nilai-nilai agamanya. Islam dikaji
dan ditelaah dari berbagai aspek, baik ideologi, hukum, ekonomi, politik,
budaya, sosial dan lain sebagainya. Setelah itu dicoba untuk diaplikasikan dan
dikembangkan dalam kehidupan riil umat. Menafasi kehidupan dunia ini dengan
nilai-nilai Islam. Proses islamisasi dalam segala aspek kehidupan secara arif
bijaksana digulirkan.
g. Umat Islam berusaha untuk bangkit.
Kebangkitan
ini memerlukan peran Masjid sebagai basis perjuangan. Kebangkitan berawal dari
Masjid menuju masyarakat secara luas. Karena itu upaya aktualisasi fungsi dan
peran Masjid pada abad lima belas Hijriyah adalah sangat mendesak (urgent)
dilakukan umat Islam.
Saat ini, seiring perkembangan zaman, kemegahan sebuah masjid menjadi kebanggaan bagi para penguasa. Peninggalan-peninggalan tersebut masih kita jumpai di berbagai tempat kejayaan pemerintahan Islam, baik di Timur Tengah maupun di Eropa. Bahkan peran masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit.
Realitas umat Islam menginginkan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah yang terpisah dan mengabaikan umat, namun sebagian besar umat Islam menganggap masjid hanya sebagai tempat ibadah yang lebih bersifat sakral karena aktivitas di dalamnya bersifat ukhrawi dan bernuansa spriritualistik. Ismail Raji al-Faruqi seorang pakar kebudayaan Islam di Palestina[5] pernah menegaskan bahwa masjid bukan sekedar tempat sujud tetapi mempunyai beragam fungsi.
Menurutnya, sejak zaman Nabi Muhammad Saw. masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdah seperti shalat dan i’tikaf.[6] Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer dan bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan sebagai pusat perdagangan.
Masjid Nabawi berfungsi untuk membentuk kepribadian yang tangguh. Terutama dalam konteks memancangkan pilar-pilar ketauhidan dan kemanusiaan yang merupakan fondasi utama Islam.[7] Yang lebih dominan dari masjid Nabawi adalah spirit untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan peradaban manusia. Masjid berperan untuk membangkitkan spiritual dan kepedulian terhadap umat, teruama dalam rangka meningkatkan harkat dan martabat mereka.
3.
Idealitas pengfungsian masjid dalam pembinaan jama’ah
Masjid sebagai komponen fasilitas sosial, merupakan bangunan tempat berkumpul bagi sebagian besar umat Islam untuk melakukan ibadah sebagai sebuah kebutuhan spiritual yang diperlukan oleh umat manusia. Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat salat saja, tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan risalahnya; Masjid pada masa Nabi digunakan untuk : 1) Tempat ibadah (salat dan zikir), 2) Tempat konsultasi dan komunikasi ( masalah sosial, ekonomi dan budaya), 3) Tempat pendidikan, 4) Tempat santunan social, 5) Tempat latihan ketrampilan militer dan persiapan alat-alatnya, 6) Tempat pengobatan para korban perang, 7) Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, 8) Aula dan tempat menerima tamu, 9) Tempat menawan tahanan dan 10) pusat penerangan atau pembelaan agama.[8] Menurut Moh. E. Ayub ( 1997:7 ) mengemukakan paling sedikit ada sebilan fungsi yang dapat diperankan oleh masjid dalam rangka pemberdayaan masyarakat, yakini: 1. Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. 2. Masjid adalah tempat kaum muslimin beri’tikaf membersihkan diri menggembleng bathin/ keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian. 3. Masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. 4. Masjid adalah tempat berkonsultasi mengajukan kesulitan-kesulitan meminta bantuan dan pertolongan. 5. Masjid adalah tempat mebina keutuhan ikatan jamaah dan gotong royong untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. 6. Masjid dengan majlis ta’limnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan. 7. Masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pemimpin umat. 8. Masjid adalah tempat menghimpun dana, menyimpan dan membagikannya. 9. Masjid adalah tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial.[9]
4.
Konsep revitalisasi masjid sebagai pusat pendidikan umat
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Revitalisasi berarti proses, cara, dan perbuatan menghidupkan kembali suatu hal yang sebelumnya kurang terberdaya. Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Sedangkan kata vital mempunyai arti sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya). Pengertian melalui bahasa lainnya revitalisasi bisa berarti proses, cara, dan atau perbuatan untuk menghidupkan atau menggiatkan kembali berbagai program kegiatan apapun. Atau lebih jelas revitalisasi itu adalah membangkitkan kembali vitalitas. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali.[10]
Jadi, dalam bidang pendidikan Islam-pun yang masalahnya tentu mengalami pasang-surut, sama seperti dialami perjalanan dinamika bidang-bidang yang lain, maka di saat-saat tertentu revitalisasi juga menjadi penting dilakukan. Hal ini bisa disebut bagian dari proses penyegaran agar himmah (cita-cita yang kuat) terus bisa berlangsung. Revitalisasi fungsi masjid maksudnya adalah memaksimalkan semua unsur fungsi masjid menjadi lebih vital atau terberdaya lagi, sehingga fungsi masjid yang dulunya sebagai salah satu tempat belajar mengajar dan saling berbagi ilmu pengetahuan, berfungsi kembali dan tidak hanya sebagai tempat shalat saja.
Revitalisasi fungsi edukatif masjid adalah sebuah keniscayaan jika saja kaum muslimin berkomitmen tinggi untuk melaksanakannya. Kini tinggal bagaimana sikap kaum muslimin menanggapinya. Sudah waktunya pendidikan Islam tidak diserahkan kepada lembaga sekolah semata, melainkan juga kepada semua lingkungan, termasuk di dalamnya masjid.
Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka merevitalisasikan fungsi masjid, antara lain:
a. Menyelenggarakan
Kegiatan Ibadah secara tertib
Sesuai dengan salah satu fungsi Masjid adalah
sebagai tempat ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka pelaksanaan
ibadah terutama shalat wajib harus dilaksanakan tepat waktu, dan berjamaah.
Penegak shalat lima waktu hendaknya orang -orang yang ingin memperoleh
keridlaan Allah SWT. Untuk menjaga ketepatan waktu dan tertibnya shalat
berjamaah keberadaan Imam tetap yang senantiasa berada di tempat sangat
dibutuhkan. Demikian juga Mu’adzin yang memiliki suara bagus ( qori’ ) serta
memahami tartil Qur’an akan membuat orang yang mendengarnya akan merasa nyaman.
Para petugas penegak shalat lima waktu seperti Imam
dan Mu’adzin semestinya ditunjuk oleh pengurus masjid untuk menjalankan tugas
tersebut, termasuk tenaga cadangan bila yang bersangkutan berhalangan.
Keberadaan Imam masjid hendaknya orang yang disenangi oleh masyarakat, sebab
orang yang dibenci oleh masyarakat (banyak orang) berkaitan dengan masalah
agama dan pribadinya, orang tersebut sebaiknya tidak ditunjuk menjadi Imam dan
menghindarkan diri dari posisi ini.[11]
Seorang Imam hendaknya dapat menjadi suri tauladan bagi jamaahnya, jujur,
tawadhuk atau berakhlak mulia dan dapat merefleksikan ajaran Islam dalam
kehidupannya. Dengan demikian keberadaan mereka akan mengangkat citra baik
keberadaan masjid sebagai tempat ibadah.
b. Menyelenggarakan
Pengajian.
Untuk membina jamaah dapat dilakukan dengan
mengadakan pengajian-pengajian, bentuknya dapat berupa kultum sebelum atau
sesudah dhuhur dan sholat asar, kuliah subuh sesudah sholat subuh berjamaah,
kuliah dhuha setiap minggu pagi, atau pengajian khusus membahas kitab-kitab
tertentu. Pengajian semacam ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman,
pengetahuan tentang ajaran Islam, sehingga jamaah datang ke masjid tidak hanya
melaksanakan ibadah rutin, tetapi mereka dapat menembah ilmu pengetahuan agama,
mempererat tali ukhuwah Islamiyah dan dapat meningkatkan ghirahdalam pengamalan
ajaran agama di masyarakat.
c. Menyelenggarakan
Pendidikan khusus/ pelatihan.
Dalam program ini pembinaan jamaah lebih dikhususkan
lagi. Bentuk isi dan sasarannya tergantung kepada kebutuhan. Bentuknya mungkin
dapat berupa kegiatan jangka pendek ( program kilat ) seperti pelatihan
muballigh, pesantren kilat, pelatihan jurnalistik, kersus ketrampilan dan
lain-lain. Dapat juga program bulanan seperti kursus bahasa Arab, dan
pendidikan jangka panjang khusus untuk anak-anak seperti penyelanggaraan
diniyah, untuk membantu kekurangan pengajaran agama yang dilaksanakan
disekolah, jika ruangan masjid tersedia dan memungkinkan untuk kegiatan tersebut.
Pendidikan khusus anak-anak adalah Taman Pendidikan Al-Qur’an, seperti
pembelajaran menggunakan metode Iqra’, pendidikan ini dapat dilaksanakan oleh
remaja masjid pengelolaannya.
Program ini akan sejalan dengan program Departemen
Agama yang mencanangkan pemberantasan buta huruf al-Qur’an bagi masyarakat,
khususnya anak-anak muslim, kegiatan ini diselenggarakan untuk membantu para
orang tua muslim yang tidak mampu mendidik bacaan al-Qur’an putra-putrinya di
tengah keluarga, sehingga Taman Pendidikan Al-Qur’an ini dapat membantu mereka
mengajarkan al-Qur’an. Effektifitas kegiatan pembelajaran sangat dibutuhkan
adanya kerjasama antara guru dan orang tua dalam penyelenggaraan kegiatan ini.
d. Pembinaan
Remaja dan Anak-anak.
Hal ini amat penting, mengingat para remaja dan
anak-anak amat mudah terbawa pengaruh buruk lingkungannya, terutama dari media
elektronik, seperti televisi, VCD, internet dan media surat kabar, majalah dan
sebagainya. Kegiatan bagi remaja dan anak-anak tidak cukup untuk
ceramah-ceramah bahkan ceramah tidak menarik bagi mereka, oleh karena itu,
kegiatan bagi remaja hendaknya dapat memadukan antara pembinaan agama dan
kegiatan penyaluran hoby seperti kesenian islami, vestival, olah raga, tadabur
alam, dan kegiatan yang menunjang ketrampilan.
Semuanya kegiatan diupayakan untuk dapat
meningkatkan kualitas iman, ilmu dan amal. Untuk menampung aktivitas kegiatan
remaja masjid, pengurus masjid dapat membentuk organisasi Remaja Islam Masjid
(RISMA), agar program kegiatannya lebih terarah, terkoordinir dan spesifik.
e. Mengusahakan
berdirinya Perpustakaan.
Buku-buku, majalah dan sumber-sumber informasi
lannya amatlah diperlukan untuk meningkatkan jamaah dan memperluas wawasannya.
Di perpustakaan para jamaaah dapat membaca buku mendalami ilmu pengetahuan
keislaman, Tafsir, Hadits, fiqh dan buku-buku yang menambah wawasan keislaman.
D.
Kesimpulan
Untuk mengfungsikan
masjid seperti pada zaman Rasulullah SAW, perlu adanya revitalisasi
pengfungsian masjid. Misal dengan revitalisasi fungsi
edukatif masjid, sebuah keniscayaan jika saja kaum muslimin berkomitmen
tinggi untuk melaksanakannya. Kini tinggal bagaimana sikap kaum muslimin
menanggapinya. Sudah waktunya pendidikan Islam tidak diserahkan kepada lembaga sekolah semata, melainkan juga kepada
semua lingkungan, termasuk di dalamnya masjid.
Revitalisasi
dapat dilakukan dengan langkah-langkah: menyelenggarakan kegiatan ibadah secara
tertib, menyelenggarakan pengajian, menyelenggarakan pendidikan khusus/
pelatihan, pembinaan remaja dan anak-anak, mengusahakan berdirinya
perpustakaan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Supriyanto. 1997. Peran dan Fungsi
Masjid. Yogyakarta
: Cahaya Hikmah
Asy-Syarbaasyi,
Ahmad. 1997. Dialog Islam. Surabaya
Depdiknas. 2003. Kamus Besar
Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
E.
Ayub, Moh., dkk. 2005. Manajemen Masjid. Jakarta : Gema Insani
Galzaba, Sidi. T.th. Masjid Pusat
Ibadah dan Kebudayaan Islam.
Jakarta : Pustaka al-Husna
Misrawi, Zuhairi. 2009. Madinah: kota
suci, piagam Madinah, dan teladan Muhammad SAW. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara
Mohammad, Herry dkk. 2006. Tokoh-tokoh
Islam yang Berpengaruh Abad 20, Jakarta: Gema Insani
Press
Roqib,
Moh. 2009. Ilmu Pendidikan
Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: Lkis
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan
al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan
Yani, Ahmad. 2009. Panduan Memakmurkan
Masjid. Jakarta
: al-Qalam
[1] Sidi Galzaba, Masjid
Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta : Pustaka al-Husna, t.th), hal
118.
[4] Supriyanto Abdullah,
Peran dan Fungsi Masjid, (Yogyakarta : Cahaya Hikmah, 1997), hal. 10.
[5] Herry Mohammad, dkk,
Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani Press,
2006), hal. 208.
[6] Moh. Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan
Masyarakat, (Yogyakarta: Lkis, 2009), hal. 9.
[7]Zuhairi Misrawi, Madinah:
kota suci, piagam Madinah, dan teladan Muhammad SAW, (Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2009), hal. 343-344.
[8] Quraish Shihab, Wawasan
al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan,
1996), hal. 462.
[9] Moh. E. Ayub, dkk, Manajemen
Masjid, (Jakarta : Gema Insani, 2005), hal. 7.
[10] Depdiknas, Kamus
Besar Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003)
[11] Ahmad
Asy-Syarbaasyi, Dialog Islam. (Surabaya: 1997)