Sejarah Perkembangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah

No Comments
Sejarah Perkembangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Oleh : 
Mukh. Sumaryanto

  1. Pendahuluan
Di zaman Nabi Muhammad SAW. masih hidup dan memimpin umat manusia, islam masih satu kesatuan dalam naungan kepemimpinan beliau. Kesatuan tersebut terlihat baik dari segi agama, politik maupun sektor sosial masyarakat. Semuanya telah diatur dan dipimpin oleh beliau, setiap kali ada permasalahan yang terjadi para sahabat, maupun yang lainnya pasti akan datang kepada beliau untuk bertanya, sehingga tak akan mungkin ada suatu perbedaan yang akan terjadi baik pada sahabat maupun umat islam keseluruhan.
Sepeninggal Nabi Muhammad SAW berbagai macam aliran-aliran keagamaan mulai berkembang, pelan tapi pasti dan bisa dirasakan . Itulah kenyataan dari pernyataan yang pernah disampaikan oleh beliau Rasulullah SAW. Beliau berkata bahwa umat islam akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan dan yang selamat hanya satu, Ahlu sunnah wal-Jama’ah atau ASWAJA begitulah aliran ini disebut.
Itulah yang terjadi, sejarah mengatakan berbagai macam aliran sudah terbentuk dan berjalan di muka bumi ini, aliran-aliran tersebut telah tumbuh berkembang di tengah-tengah masyarakat, termasuk juga ahlu sunnah wal jama’ah pun demikian. Untuk mengetahui bagaimana proses perkembangan ASWAJA, pemakalah akan sedikit banyak menyampaikan hal tersebut.
  1. Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan ASWAJA?
2.      Bagaimanakah sejarah perkembangan ASWAJA ?
  1. Pembahasan
1.      Arti Ahlusunnah wal-Jama’ah
Ahlusunnah wal- Jama’ah terdiri dari tiga kata, ahl, sunnah, dan  jama’ah. Ahlu bermakna golongan. Sedang as-sunnah, menurut Imam as-Syatibi, ialah segala sesuatu yang dinukil dari Nabi SAW. Secara khusus dan tidak terdapat dalam al-Qur’an, tapi dinyatakan oleh Nabi. Jadi, beliau sekaligus merupakan penjelasan isi al-Qur’an. Sunnah dalam pengertian ini lawan dari bid’ah. Kemudian al-Jama’ah. adalah golongan yang mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabanya[1]
Ahlu Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya.[2]
Islam telah mengisyaratkan adanya firqoh-firqoh yang akan terjaadi dalam kehidupan umat manusia, termasuk firqoh dalam islam, berikut adalah hadits yang menerangkan tentang hal tersebut,

Artinya : Dari Sufyan Al-Tsauri Nabi SAW. Bersabda : “ Sesungguhnya Bani Israel terpecah menjadi tujuh puluh dua aliran, dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran. Semua aliran itu akan masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat bertanya : siapakah satu aliran itu ya Rasulallah ? (mereka itu adalah aliran yang mengikuti) apa yang aku lakukan dan para sahabatku (Ahlu Sunnah wal jama’ah) . HR. Tirmidzi
Dalam firqoh-firqoh tesebut semua akan celaka kecuali golongan yang berkomitmen melakukan segala amaliyah Nabi dan para sahabatnya. Lafadz “ ” disebut dengan ahlu sunnah wal-jama’ah, yang berarti penganaut sunnah nabi Muhammad SAW dan jama’ah (Sahabat-sahabatnya).[3] 
2.      Sejarah perkembangan
Ketika Rasulullah SAW wafat, maka terjadilah kesalahpahaman antara golongan Muhajirin dan anshar, siapa yang selanjutnya menjadi pemimpin kaum muslimin. Para sahabat melihat hal ini akan menimbulkan perselisihan antara kaum Muhajirin dan anshar. Setelah masing-masing mengajukan delegasi untuk menentukan siapa khalifah pengganti Rasulullah. Akhirnya disepakati oleh kaum muslimin untuk mengangkat Abu bakar sebagai khalifah.[4]
Pada masa itu mulai terlihat adanya perpecahan antar umat islam yang berlanjut hingga masa kepemimpinan khulafa’ berakhir yang kemudian dilanjutkan oleh para kholifah dari berbagai dinasti dan sampailah pada dinasti dimana imam-imam madzhab aliran-aliran muncul.
Menurut sebagian sejarawan, istilah Ahlussunnah wal-Jama’ah itu digunakan sejak abad III H. mereka menyebutkan satu bukti yang ditemukan pada lembaran surat Al-Ma’mun (khalifah dinasti Abbasiyah ke-6). Di sana, tercantum kata-kata, “wa nassaba nafsahum ilaa as-Sunnah (mereka menisbatkan diri pada sunnah). Abad ini adalah periode tabi’in dan para imam-imam mujtahid, di kala pemikiran-pemikiran bid’ah sudah mulai menjalar terutama bid’ah dari kaum mu’tazilah. Sejarah mengatakan bahwa khalifah al-Ma’mun merupakan khalifah yang mengambil mu’tazilah sebagai akidah resmi negara kemudian memaksakan doktrin-doktrin Mu’tazilah kepada kaum muslimin.[5]
Munculnya istilah Ahlusunnah wal-Jamaah merupakan perwujudan dari sabda Rasulullah SAW “Selalu segolongan dari umatku mendapatkan pertolongan” (H.R. Ibnu Majah). Untuk orang-orang inilah, istilah ahlusunnah wal-jama’ah ditujukan. Dengan kata lain, ahlu sunnah wal-jama’ah adalah orang-orang yang berpegang teguh sunnah Rasulullah SAW dan ajaran para sahabat, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun etika batiniah (tasawuf).[6]
Aliran Ahlu sunnah wal Jama’ah tak lepas dari para pendirinya yaitu Imam Abu Hasan Al-asy’ari dan juga imam Abu Mansur Al-Maturidi. Saat kondisi perpolitikan Abbasiyah tengah tergoncang dan akidah pada masa itu semakin kabur dengan paham-paham baru yang muncul, lahirlah Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Kelahirannya saat Abbasiyah berada pada kepemimpinan Al- Mu’tamid ‘ala Allah.[7]
Bersama dengan imam Al-Maturidi, Imam al-Asy’ari berjuangan keras mempertahankan sunnah dari lawan-lawannya. Mereka bagaikan saudara kembar. Dari gerakan-gerakan al-Maturidi muncul karya-karya yang memperkuat madzhabnya, seperti kitab Al-Aqaid an-Nasafiyah karya Najmudin an-Nasafi, sebagaimana muncul dari al-Asy’ari beberapa karya yang memperkokoh madzhabnya seperti as-Sanusiyah dan al-Jauharoh.[8]
Akidah yang dibawakan oleh imam Asy’ari menyebar luas pada zaman Wazir Nizhamul Muluk pada dinasti bani Saljuk dan seolah menjadi aqidah resmi negara. Paham As’ariyah semakin berkembang lagi pada masa keemasan Madrasah An-Nizhamiyah yang di Baghdad adalah Universitas terbesar di dunia. Didukung oleh para petinggi negeri itu seperti al-Mahdi bin tumirat dan Nurudin Mahmud Zanki serta sultan Salahudin al-Ayyubi. Juga didukung oleh sejumlah besar Ulama, terutama para imam madzhab. Sehingga wajar sekali kalau akidah asy’ariyah adalah akidah terbesar di dunia.[9]
Begitupun dengan al-Maturidi, aliran ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia islam. Hal ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam menghubungkan masalah yang siifatnya juz’I ke sesuatu yang kulliy.[10]
Selanjutnya para pengikut keduanya lah yang melanjutkan dan menyebarkan aliran-aliran beliau dengan membukukan kitab-kitab maupun yang lainnya.
  1. Kesimpulan
Ahlu Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya dalam seluruh perkara yang Rasulullah berada di atasnya dan juga para sahabatnya, sesuai yang disampaikan di dalam hadits nabi Muhammad SAW. Madzab ini berkembang pesat pada masa kekholifahan dinasti abbasiyah.

  

Daftar Pustaka


Abbas, Sirajuddin. 1983. I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah. Jakarta : Pustaka Tarbiyah
Hanafi, A. 2003. Pengantar Teologi Islam, Cet I,  Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru
Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien. 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Jawa Timur : Purna Siswa Aliyah
Wikipedia Indonesia




[1]Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, Aliran-aliran Teologi Islam, (Jawa Timur : Purna Siswa Aliyah, 2008) Hlm. 174
[2] Wikipedia Indonesia
[3] Sirajuddin ‘Abbas, I’tiqad Ahlusunnah Wal-Jama’ah, (Jakarta : Pustaka Tarbiyah, 1983) Hlm. 16
[4] Wikipeedia Indonesia
[5] Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien, Aliran-aliran Teologi Islam …. Hlm. 170
[6] Ibid, Hlm. 171
[7] Ibid, Hlm. 238
[8] Ibid, Hlm. 255
[9] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Cet I, (Jakarta : Pustaka Al-Husna Baru, 2003)  Hlm. 167